Selasa, 27 Oktober 2015

Lama TAK BERSUA setidaknya ada yang DINANTI

Para jiwa-jiwa yang terpanggil jauh merantau ke negeri orang, baik dalam rangka pengabdian, mencari penghidupan ataupun sekedar menapaki tanah rantau tuk menemukan jati diri baru nan lebih mengesankan... pandanglah ke belakang dan jangan hapuskan jalan pulang. Mereka siksa dalam penantian...

Pagi hingga petang langkah itu masih saja diayunkan. Ia tak sontak menengadahkan tangan kala harusnya sudah bisa demikian. Ia hanya perlu senyummu sebagai perisa kala keringatnya mulai  mengering atau kala nafasnya tersengal-sengal karna lelah yang masih berkepanjangan...
Untukmu yang terpaut di negeri orang...

Yang paling setia dalam penantian itu hanya ia. Hanya ia, bukan orang-orang baru yang engkau temukan dan berikrar akan kesetiaan.

Ia merelakanmu pergi jauh, bukan tak terbenam dalam sedih mendalam. Tapi, itulah bukti kasih sayangnya yang harusnya tak engkau ragukan.

Tataplah wajahnya kala kesempatan itu masih ada.
Jabat dan ciumlah tangan itu kala masih bisa engkau raba, karna kesempatan itu takkan sepanjang masa bukan??

Kembalilah selagi kesempatan itu terbuka.
Peluklah selagi raganya masih dapat engkau rangkul.

Tak perlu pulang dengan mobil mewahmu, jas kebanggaan apalagi dikelilingi ajudan di kiri dan kanan. Ia menanti kepulanganmu saja bukan bawaanmu yang pasti merepotkan. Kepulanganmu dengan wajah berseri cerminan bahwa engkau bahagia di tanah rantau sudah lebih dari segalanya baginya.

Walau tekadmu sukses yang akan mengantarkanmu kembali, apa engkau dapat menjamin bahwa ia masih akan bisa tersenyum di depanmu kala engkau larut dalam cerita panjang perjuanganmu itu?Entahlah. Bisa jadi hanya sebuah batu persaksian yang akan engkau sesali. Batu nisan. 
Atau mungkin bila usiamu tak lebih lama dari masa hidupnya. Akankah engkau hadiahi penantiannya dengan jasad tak bernyawa? Naudzubillah. Jangan sampai.

Siapa ia ...?
Ia hanya insan yang setia dalam menanti.
Ia hanya insan yang tak memintamu tuk berkorban banyak selain membanggakannya.
Yaaah, sekali lagi hanya ia yang selalu larut dalam doa tuk senyummu sepanjang masa.

Ia yang selalu bergumam lirih,
"Telah lama kita tak bersua nak. Pulanglah! Kami dalam penantian".

Untukmu orang tercinta sepanjang masa.

Our beloved parents (orang tua kita)

Mari temui mereka selagi ada kesempatan.
Usianya tak dalam genngamanmu, tetapi dalam genggamanNya.
Yang bisa jadi datang kala engkau tertawa riuh bersama sohibmu di tanah berbeda.
Jangan sibukkan dirimu dengan aktivitas yang pasti takkan menemui titik akhir. itu hanya akan melelahkanmu, sementara ia terus larut dalam penantiannya.



Senin, 12 Oktober 2015

HIJRAH is Move ON, Right…?


 “Tak terasa esok malam kita akan berjumpa pula dengan tahun  baru yaah”, ucap Hana dalam gumamnya.
“Maksudmu apa? Sekarang kan masih bulan Oktober Hana. Lihat nih kalender. Kamu mimpi atau menghayal?”, jawab Lulu dengan nada sedikit nyengir.
“Aku tak bermimpi, aku tak menghayal  bahkan aku sedang sadar pada kualitas kesadaran yang tak perlu kamu ragukan”, jawab Hana lagi.
Lulu berpikir lagi, dan berucap,”Hana aku tetap yakin kalau sekarang masih bulan Oktober, udah, kamu jangan ngigau  lagi dah. Kan baru kemarin tanggal 4 Oktober peringatan hari kelahiranku, ya pastinya tahun baru masih lama. Masih 2 bulan lebih Hanaaa”.

Sadarkah kita...??

Kalau esok malam memang malam pergantian tahun alias malam tahun baru itu.
Tahun baru apa?
Kebanyakan orang hanya menyambut meriah pergantian tahun masehi, bagaimana dengan tahun baru Hijriah? Pastinya, esok malam adalah pergantian tahun baru Hijriah. Euforianya memang sama sekali tak berasa. Sebetulnya memang tak perlu euforia berlebihan atas pergantian tahun itu. Tapi, umat Islam sendiri banyak yang tak sadar atas itu.
Kalau yang bekerja pada sebuah instansi dan mengenal tanggal merah sebagai hari libur, kebanyakan kita hanya menikmati itu sebagai hari libur saja, tanpa perlu tahu dalam rangka apa. Berbeda dengan tahun baru masehi yang kebanyakan orang mempersiapkan untuk menyambutnya. Sebetulnya, menurutku tak ada yang perlu dianaktirikan dari keduanya. Toh kita adalah manusia yang hidup dalam peradaban dunia dan peradaban Islam. Namun, jangan berlebihan. Ambil hikmah di balik itu semuanya. Cukup seperlunya saja.
Tahun Hijriah adalah perhitungan tahun yang dimulai sejak Rasulullah saw hijrah dari Makkah ke Madinah. Sejak itulah Islam mulai meniti kejayaannya dan mendunia sebagaimana saat ini. Lalu, apa yang dapat diperbuat dalam rangka menyambut tahun baru Hijriah ini? Perlukah menyediakan terompet, kembang api dan segala macamnya? Tidaklah penting, maknailah berhijrah…!!
Hijrah tak mesti pindah secara fisik seperti yang dahulu dilakukan Rasulullah saw. Berhijrahlah dengan menjadi lebih baik, berhijrahlah dengan menjadi pribadi yang tangguh dan kuat, berhijrahlah dengan kebulatan tekad akan masa depan yang lebih jaya. Dan berhijrahlah untuk pilihan A, B, C,D, E dan seterusnya dalam hidup kita masing-masing …
“hijrah is move on
welcome to 1437 H




Jumat, 09 Oktober 2015

Masa berjerebu; ASAP DI LANGIT JAM GADANG


Semua makhluk bernyawa butuh udara dalam kehidupannya, baik manusia, hewan dan tumbuhan. Namun, tak sekedar udara saja. Udara yang mendukung kehidupan dengan baik adalah udara bersih. Lalu dimana udara bersih itu kini? Sedang bersembunyi malu-malukah ia? Atau sedang bernostalgia di alam lainnya?  
Sumatera, kalimantan dan pulau-pulau sekitarnya tengah memutih ditutupi asap yang kotor, berbahaya, bahkan mematikan. Berbeda sekali dengan guyonanku dulu, dulu saat kabut menyelimuti kampung halamanku di setiap pagi atau sesudah hujan dengan bangga ku menyebut "Negeri di atas awan", karna kabut itu bukan kabut asap berbahaya seperti sekarang. Itu hanya kabut berupa awan yang menutupi kampungku karna berada di daerah ketinggian.
Semua orang telah berkomentar mengeluhkan kondisi ini. Sudah ribuan orang terkena dampaknya seperti ISPA, mulai dari anak-anak, dewasa hingga orang tua. Tapi seperti apa penanganan pihak berwenang dalam hal ini? Titik api makin bertambah, yang bertindak membakar hutan-hutan hijau negeri ini ditindak seperti kucing-kucingan saja. Kabut asap ini tak hitung hari lagi, tapi sudah berbulan.
Duhai pemimpin negeri ini, beginikah caramu tuk mengurangi jumlah penduduk negeri yang belum berhasil program keluarga berencana (KB) nya? Engkau biarkan rakyatmu perlahan mati dengan menghirup udara beracun. Jika semuanya mati mungkin tugasmu hanya saja menguburkan secara massal dan selesai. Tapi, ini tidak. Semua orang terjangkit penyakit yang efeknya jangka panjang, berapa juta generasi masa depan yang rusak dan sama sekali tak dapat jaminan bahwa negara yang sepenuhnya bertanggungjawab.
Persoalan negeri saat ini adalah "krisis hati nurani" menurut saya. Yang menyengaja membakar dan yang berwenang mengadili pelaku sama saja. Sekali lagi "tak punya hati nurani". Hanya memikirkan kepentingan pribadi dan kelompok.
Rasakanlah bahwa engkau bahagian dari bangsa yang satu dibawah payung bhinneka tunggal ika...!!
Rasakanlah bahwa bangsa yang engkau abaikan ini adalah bahagian tubuhmu yang sedang sakit...!!
Hentikan pembakaran liar ini, tindak pelakunya dan biarkan kami hidup berdamai dengan alam ini.
Setelah itu, silahkan urus negeri ini dengan cara mu...

Kami rindu langit biru,
"Langit jam gadang, membirulah kembali...!!"